Wajah Demokrasi Tidak Mengenali Wajah Rakyat

Penulis: Abdel Farez (Mahasiswa Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam, UIN SMDD Bukittinggi)

OPINI170 Dilihat

MINANGGLOBAL.ID, Opini – Demokrasi telah terasa hambar bagi rakyat Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari cara politik yang seharusnya menjadi gambaran dari suara rakyat akan tetapi sering bertentangan dengan realitas yang kita temui. Politik tidak lagi mencerminkan keperluan rakyat, aspirasi atau kepentingan rakyat yang diwakilinya. Fenomena ini lah yang melahirkan statement “Wajah Demokrasi Tidak Mengenali Wajah Rakyat”. Dari pernyataan diatas apakah kondisi politik dan demokrasi di Indonesia saat ini telah menggambarkan keadaan serta kondisi yang diperlukan oleh rakyat Indonesia? Atau politik hanya sekedar sarana untuk memenuhi kepentingan dari figur politik?.

Salah satu manifestasi paling nyata ketidakpedulian adalah kebijakan elit politik yang menguntungkan segelintir orang. Program-program yang seharusnya berdampak luas bagi rakyat justru hanya dinikmati oleh kalangan tertentu. Sedangkan , rakyat kecil terus berjuang menghadapi kesulitan ekonomi, akses pendidikan dan kesehatan yang terbatas, serta infrastruktur yang memprihatinkan. Fenomena ini tidak hanya merugikan rakyat, tetapi juga merusak citra politik itu sendiri.

Kondisi ini juga terlihat pada minimnya komunikasi dan keterbukaan antara pemerintah dan rakyat. Terlalu sering kita menyaksikan pemimpin yang lebih mementingkan agenda-agenda politik mereka sendiri dibandingkan memperhatikan aspirasi dan kepentingan rakyat. Mereka kerapkali jauh dari realitas masyarakat, hidup dalam lingkaran elit politik yang terbebas dari masalah sehari-hari yang di hadapi oleh rakyat biasa. Suara rakyat seringkali diabaikan dan dialog publik hanya menjadi formalitas belaka. Akibatnya , terbentuklah jurang pemisah yang dalam antara pemerintah dengan rakyat. Keputusan-keputusan penting diambil tanpa mempertimbangkan suara dari bawah, sehingga kebijakan yang dihasilkan seringkali tidak tepat dan kontraproduktif.

Jeritan suara rakyat yang tidak terpenuhi juga menggambarkan lemahnya bentuk demokrasi yang ada. Meskipun suara mayoritas rakyat bersuara tentang kebutuhan dan aspirasi tertentu, keputusan yang diambil oleh para elit justru tidak memperhatikan kepentingan tersebut. Mungkin ada pertimbangan politik, tekanan dari kekuatan ekonomi yang menghalangi perubahan sebenarnya. Hal inilah yang menyebabkan kepercayaan rakyat terhadap demokrasi dan pemerintahan menjadi tidak kokoh.

Menurut Arita Nugraheni (2022), bahkan sepertiga diantaranya menilai lembaga perwakilan rakyat belum mengakomodasi sama sekali pendapat masyarakat. Dalam pendapat tersebut dapat dilihat bahwa pandangan terkait aspirasi masyarakat yang telah di anggap tersampaikan masih menjadi perdebatan, karena tidak sesuai dengan realitasnya. Ketika rakyat merasa tidak didengar dan dihargai, maka kepercayaan kepada pemerintah akan pudar , hal inilah yang memicu ketidakpuasan sosial, menyebabkan konflik, bahkan menyebabkan perpecahan bagi suatu bangsa.

Oleh karena itu, perlu adanya perubahan mendasar paradigma politik kita. Wajah politik harus memperhatikan ,mendengar, serta merasakan denyut nadi rakyat. Kebijakan harus dirancang dan diterapkan dengan mempertimbangkan kebutuhan dan aspirasi masyarakat secara menyeluruh. Keterbukaan harus diutamakan agar tercipta hubungan yang baik antara pemerintah dan rakyat.

Hanya dengan demikian, wajah politik dapat benar-benar mencerminkan wajah bangsa yang adil, makmur dan sejahtera. Wajah politik buta harus digantikan dengan wajah politik yang peka dan responsif terhadap kepentingan dan kebutuhan rakyatnya. (AF)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *