Hidup Rukun dengan Toleransi

Penulis: Qadri Hayatul Muhammad (Mahasiswa IAT UIN UIN SMDD Bukittinggi) | Editor: Habibur Rahman

0
Source Image : 1001indonesia.net

MINANGGLOBAL.ID, SUMBAR – Setiap insan yang dilahirkan ke dunia sudah ditetapkan untuk memiliki keyakinan dan kepercayaan yang dianutnya dalam kehidupan, hal itu telah ada pada zaman azalinya. Di samping itu, sdalam ajaran islam seseorang dianggap sudah memiliki kepercayaan ajaran islam setelah mereka bersyahadat.

Hal itu tentu yang melakukannya manusia yang sudah memiliki pengetahuan dan mengetahui mana perbuatan yang baik dan mana perbuatan yang buruk. Dan bagaimana dengan bayi yang baru lahir? Yang belum memiliki akal pikiran, pengetahuan, jangankan hal itu untuk berbicara saja belum bisa, apalagi menentukan kepercayaan dilihat dari pengucapan dua kalimat syahadat, rasanya mustahil kecuali tanpa izin Allah seperti yang terjadi pada Nabi Isa yang bisa berbicara ketika bayi.

Hal itu tak mungkin bisa terjadi pada manusia biasa yang bisa mengucapkan dua kalimat syahadat diwaktu bayi. Bagaimana bisa kita menentukan ajaran atau kepercayaan yang dianut oleh bayi yang baru lahir sedangkan bayinya tidak bersyahadat? Hal itu sudah ditentukan Allah SWT ketika bayi dalam kandungan ibunya, setelah malaikat meniupkan roh ke calon bayi yang akan lahir, saat janin sudah berusia 40-50 hari, sebagaimana yang dijelaskan dalam hadis yang diriwayatkan imam Ahmad. Kepercayaan ajaran islam diyakini dengan pengucapan dua kalimat syahadat, sedangkan kepercayaan ajaran non islam memiliki ketentuan yang berbeda untuk memeluk agama. Walaupun memiliki kepercayaan yang berbeda tetapi setiap manusia yang lahir di dunia harus saling menghargai, ,menghormati, menjaga kerukunan dan damainya kehidupan yang dijalankan. Seiring dengan perkembangan zaman semakin banyak muncul pengetahuan baru dan menciptakan teknologi yang menjadi alat bagi manusia untuk beraktivitas.

Tidak hanya hal pengetahuan tetapi menjalankan ajaran kepercayaan pun menemukan suatu hal yang baru, dikenal saat ini dengan istilah moderasi beragama. Seseorang meyakini cara menjalankan ajaran agamanya sesuai dengan kepercayaan masing-masing dengan tidak berlebih-lebihan dalam menjalankannya dan saling menghormati terhadap kepercayaan yang dianut oleh orang lain. Karena setiap manusia mempunyai hak untuk menganut ajaran apapun yang menurut mereka benar dan Allah SWT tidak memaksakan kehendak terhadap manusia untuk mengikuti ajaran yang menurut mereka sendiri tidak meyakininya. Dalam memahami konteks moderasi disini bukan agama yang sudah ada dimoderasi kembali, tetapi cara penerapan seseorang dalam menjalankan ajarannya yang dimoderasikan sesuai dengan yang sebenarnya.

Moderasi beragama ini meliputi dari dalam islam itu sendiri ataupun juga terdapat antara islam dan non islam. Untuk menjalin kerukunan dalam kehidupan antara muslim dan non muslim dalam lingkungan pergaulan, maka timbul istilah toleransi yang dikenal dalam ajaran islam. Jauh sebelum zaman modern membahas persoalan toleransi, Al-Qur’an sudah terlebih dahulu membahasnya.

Dalam Al- Qur’an banyak yang menjelaskan hal toleransi, salah satunya dalam surah Al-Kafirun ayat 6. Penjelasan ayat ini membahas persoalan kaum Quraisy mendatangi nabi Muhammad saw untuk bernegosiasi supaya nabi bersedia mempercayai sesembahan kaum Quraisy, jika nabi Muhammad saw bersedia mempercayai sesembahan mereka maka kaum Quraisy akan menyembah tuhan umat islam. Dari ayat ini mulainya datang persoalan toleransi bahwa turunnya surah Al-Kafirun untuk menegaskan kepada kaum musyrik agar tidak mengganggu kepercayaan dan akidah yang dianut ajaran islam, tapi yakini saja tuhan yang mereka sembah serta tidak mengganggu kepercayaan ajaran yang di anut orang lain.

Toleransi boleh diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, terutama toleransi antar umat beragama. Terkhusus toleransi antara agama dapat diaplikasikan dalam segala aspek kehidupan, tapi tidak boleh memasuki toleransi dalam persoalan akidah dan kepercayaan yang ada pada diri seseorang. Toleransi patut dipahami sebagai sikap saling menghargai dalam segi aspek sosial, pengetahuan, kedisiplinan, dan banyak hal lain yang bisa kita dapatkan dari hidup berdampingan dengan masyarkat beda agama hingga diperolehnya hidup rukun dan damai.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here