MINANGGLOBAL.ID, Khazanah – Islam yang mulai berkembang dan berkolaborasi dengan segala aspek apapun yang ada di dunia ini, memberikan pemahaman kepada kita bahwa Islam bukanlah agama yang tertutup dan menutup. Tidak hanya dari aspek ibadah saja tetapi juga dalam aspek muamalah. Islam memberikan kebebasan serta kemudahan bagi seluruh pemeluknya. Mengenai hal ini bukan berarti islam tidak memberikan batasan-batasan serta aturan. Terlebih lagi sumber hukum utama yang menjadi landasan umat islam ialah Al-Qur’an dan Hadis, tentunya sangat banyak batasan serta aturan yang tercantum didalamnya.
Manusia tidak akan berpikir untuk tidak melanjutkan generasi maupun keturunan, terlebih lagi bahwa itu terkait dirinya sendiri. Begitupun dengan Islam yang lebih menganjurkan untuk memiliki keturunan, karena dengan adanya keturunan maka akan lebih menjamin masa depan umat Islam yang akan meneruskan nilai-nilai yang terkandung dalam Islam.
Umat Islam sudah diberikan tata cara bagaimana semestinya kita menjalani hidup sesuai dengan aturan yang sudah ditetapkan, segala sesuatunya sudah ditetapkan baik dari aspek yang kecil cakupannya hingga yang luas. Begitupun mengenai hal ini, bagqimana semestinya cara mendapatkan jodoh, dan jodoh yang bagaimana yang dapat dijadikan pasangan, bagaimana mendapatkan keturunan, dan lain sebagainya.
Di era yang sangat berkembang segala sesuatunya ini tidaklah mungkin bahwa Islam tidak ikut serta merta berkembang. Mengenai bagaimana cara Islam agar penerusnya adalah penerus yang berkualitas tentu diperlukanlah cara dan upaya agar generasi tersebut berkualitas.
Kita ambil sebuah kasus, yaitu melahirkan adalah suatu proses untuk mengeluarkan janin ataupun bayi dari rahim melalui vagina, melahirkan ini pada umumnya hanya dialami oleh seorang perempuan dan kemudian membutuhkan bantuan dari dokter ataupun semacamnya yang ahli di bidang ini untuk menanganinya.
Di era kontemporer seperti ini tentunya segala sesuatu tidak hanya bisa dilakukan oleh laki-laki saja ataupun prempuan saja. Karena sudah banyak laki-laki yang sudah melakukan pekerjaan perempuan, dan perempuan yang melakukan pekerjaan laki-laki meskipun ada beberapa hal yang mungkin itu di luar dari rasio manusia.
Salah satunya adalah dokter laki-laki yang menangani persalinan seorang ibu, sementara yang yang sama-sama diketahui bahwasannya Islam sangat menjaga prempuan baik dari segi martabat dan lainnya, selain prempuan pastinya laki-laki pun juga memiliki aturan tertentu yang sudah tercantum dalam hukum Islam. Tentu hal ini sangat berlawanan dengan prinsip Islam yang sudah mengatur sedemikian rupa agar perempuan menutup aurat dan menjaga mahkotanya. Dan semestinya laki-laki menjaga pandangannya serta memelihara kemaulannya. Adapun dalil yang berkaitan dengan hal ini terdapat dalam Q.S An-Nur Ayat 32 “Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau para perempuan (sesama Islam) mereka, atau hamba sahaya yang mereka miliki, atau para pelayan laki-laki (tua) yang tidak mempunyai keinginan (terhadap perempuan), atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat perempuan. Dan janganlah mereka mengentakkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu semua kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kamu beruntung.”
Dari ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa jika kita adalah orang yang beriman hendaklah kita melaksankan segala yang sudah diperintahkan Allah dan menjauhi larangan-Nya. Di dalam hukum Islam hubungan antara dokter dan pasien hanya sebatas pemakai jasa dan penyedia jasa saja, dan dalam Islam lah kesehatan ini sangat dijunjung dan terjaga baik kesehatan fisik, mental maupun sekitar lingkungan. Dalam kegiatan penanganan tentunya ada kegiatan yang semestinya memungkinkan untuk terlihatnya aurat pasien, terlebih lagi ini adalah persoalan melahirkan. Mustahil rasanya jika terlaksanakan sesuai dengan syari’at Islam. Dalam artian baik melahirkan secara operasi maupun normal.
Mengenai persoalan ini Islam menanggapi bahwa hal ini adalah masuk ke ranah dharuriyah, yaitu diperbolehkan jika memang dalam keadaan darurat. Sesuai dengan kaidah fiqih: “Kondisi darurat yang memperbolehkan hal-hal yang dilarang.” Hadits juga mengatakan: “Dari Abu Waqid, ia berkata, kami bertanya; “Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami berada di suatu negeri yang penduduknya kelaparan, apakah bangkai menjadi halal bagi kami?” Dalam hadits lain Rasulullah sawa juga bersabda: “Jika kalian tidak dapat memasak, tidak dapat minum di penghujung siang, dan menemui sayuran apapun, maka makanlah bangkai tersebut“.
Adapun keadaan darurat ini didasarkann oleh dua faktor yaitu adanya jadwal dokter yang berbeda-beda sehingga memungkinankan tidak adanya dokter perempuan di rumah sakit pada saat itu, yang kedua keadaan ibu hamil yang sulit diprediksi sehingga mengharuskan dokter yang ada di rumah sakit saat itulah yang menangani persalinan ibu hamil tersebut. Dengan catatan ketika persalinan berlangsung maka pihak suami maupun keluarga menemani istri saat bersalin di dalam ruangan. Hal ini untuk menghindari adanya hal-hal yang tidak diinginkan. Tentu sebelum terjadinya proses persalinan sudah ada kesepakatan dari pihak rumah sakit maupun pihak dari pasien. Pelayanan yang diberikan oleh pihak rumah sakit melalui dokter kepada pasiennya tentulah tidak serta merta dilakukan sesuai kehendak pihak rumah sakit maupun dokter tersebut, tentu tiap-tiap dokter memiliki kode etik yang harus diterapkan. (KSL)