MINAGGLOBAL.ID, FEATURE– Kota Bukittinggi dikenal dengan sebutan Kota Wisata, meski demikian tak cukup banyak tempat berwisata yang ada di Bukittinggi. Paling ramai dikunjungi, palingan di pelataran Jam Gadang kala hari Sabtu dan Minggu.
Jika malamnya, sepanjang Tugu Polwan diramaikan anak club motor, remaja pacaran, ataupun sekedar tempat senda gurau para bujangan. Selebihnya, ada di cafe-cafe, dan di warung kaki lima ataupun sekedar menikmati teh talua racikan mak yai yang terkenal akan murahnya.
Di Bukittinggi terdapat beberapa kampus pilihan orang desa seperti saya. Salah satunya kampus IAIN Bukittinggi. Mahasiswa menyebutnya dengan sebutan kampus hijau. Kadang dosen juga berkelakar dengan kampus ini, dosen-dosen menyebutnya dengan kampus Mewah (Megah di Tengah Sawah).
IAIN Bukittinggi, memiliki 2 kampus yakni di Kelurahan Garegeh dan Kampus II di Kubang Putiah yang telah masuk ke daerah Kabupaten Agam. Tapi namanya tetap IAIN Bukittinggi, hehe.
Di kampus ini, menurut data 2019 lalu terdapat 9000 orang mahasiswa, itu sudah termasuk para mahasiswa tua. Meski jalan masuk ke kampus cukup kecil, tapi di dalamnya kampus ini gedungnya tertata rapi. Dulunya, sekira tahun 2017 masih hanya beberapa gedung saja. Tahun 2020, beberapa gedung-gedung megah jumlahnya sudah semakin banyak, semua warna gedungnya hijau.
Gedung-gedung ini, 3 tahun lalu dinamai dengan huruf ABC, kemudian berubah nama menjadi negara-negara di timur sana. Kadang kami berkelakar sesama teman, “tinggal beli onta ya, serasa di arab kita hehe,” ucapan kami sebelum jalan menuju kampus ini beraspal bersih seperti sekarang.
Salah seorang calon alumni Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, Tanta Arya Pradipta yang biasa disapa Lek ini menyebutkan, salah satu tempat menyenangkan baginya adalah jamur. Tempat ini dibangun dengan semen yang membentuk payung, dibawahnya dibuatkan tempat yang bisa diduduki 5 orang.
“Kalau dosen belum masuk, ya nongkrong di sana. Sambil kasih penilaian sama yang lewat, cakep nggak,” kata pria asal Muaro Bungo ini.
Kalau malam, kampus ini sepi dari keramaian, selain anak kuliah yang masih wajib asrama. Bagi mereka, spot yang berkesan itu halaman gedung rektorat lama, bisa browsing dan Youtube sepuasnya.
“Nyampe puas, kan gratis haha. Tapi nggak selalu sih, biasanya beli kuota wifi.id nongkrong di sana. Pastinya bawa kopi dong,” cerita mahasiswa Fakultas Tarbiyah ini.
Yang cukup menggembirakan, di kampus ini makanan dijual murah meriah dengan porsi mengenyangkan. Kantin di belakang salah satu gedung, kadang harus rela antri untuk sepiring nasi goreng porsi kenyang. Hehehe
Bahkan untuk makan siang, di sepanjang jalan kampus cukup mengerok kocek Rp. 10.000 sudah bisa untuk menghemat uang jajan anak kosan.
Selain itu yang cukup menarik di kampus ini, layaknya kampus besar lainnya, organisatoris mengaktifkan sekretariat organisasi mereka. Berbagai kegiatan, mulai dari sekedar minum kopi dari uang organisasi ataupun menghabiskan waktu untuk berdiskusi.
Memang tak banyak yang dapat diekspos dari kampus ini, karena letaknya yang cukup jauh dari pusat kota. Jam 10 malam, tinggal beberapa kedai dekat kampus yang masih ada. Selebihnya gelap, seperti di kampung saya. Sebelum jam 10, biasanya di depan kampus, ramai para mahasiswi yang membeli bakso bakar atau sekedar hilir mudik karena kebosanan di kos mereka.
Ya inilah kampus Mewah itu, Megah di tengah sawah. Karena memang hanya gedung ini yang megah, selebihnya dikelilingi hamparan sawah nan hijau, seperti warna kampus kami.
Yang cukup membahagiakan perasaan, setiap pagi disuguhkan pemandangan Gunung Singgalang dan Merapi. Kadang diselimuti kabut, kadang diisi cahaya matahari yang merambat disela-sela jendela kampus kami.
Ah, semoga saja sebentar lagi kampus Mewah kami jadi UIN, toh Kemenag juga sudah mendukung. Kalau sudah jadi UIN warnanya tetap hijau ya, sehijau padi para petani sekitar. Tumbuh, untuk masa depan bangsa.