Anak Muda di Pesta Politik Tahun 2024: Apatis Tapi Tetap Kritis

Penulis: Najla Syauqia Boti (Mahasiswa Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam, UIN SMDD Bukittinggi)

OPINI99 Dilihat

MINANGGLOBAL.ID, Opini Pemilu merupakan momen krusial dalam menentukan arah pembangunan suatu negara. Akan tetapi, seringkali kita menyaksikan keterlibatan anak muda sekarang dalam pemilu masih sebatas partisipasi formal, seperti sekadar datang ke tempat pemungutan suara.

Berdasarkan daftar pemilih tetap untuk Pemilu 2024, dari total 204,8 juta pemilih, sekitar 106,3 juta atau 52 persen berusia 17-40 tahun. Jika dirinci, persentase pemilih berusia 17-30 tahun mencapai 31,29 persen dari total pemilih dan 31-40 tahun sebanyak 20,7 persen.

Peneliti di Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Aisah Putri Budiatri mengungkapkan, besarnya proporsi pemilih berusia muda membuat mereka bisa menjadi penentu kemenangan kontestan di Pemilu 2024. (sumber: kompas.id)

Salah satu penyebab utamanya adalah minimnya pengetahuan anak muda bahkan masyarakat tentang calon pemimpin yang akan dipilih. Hal ini tentu menjadi perhatian serius karena anak muda merupakan segmen terbesar dalam demokrasi ini dan memiliki peran strategis dalam menentukan masa depan suatu negara.

Dari pernyataan Najwa Shihab dalam channel Binus TV bahwa “Anak muda sekarang memisahkan antara urusan politik dan sosial padahal hal tersebut tidak dapat dipisahkan. Ketika banyaknya permasalahan ekonomi di Indonesia anak-anak muda sekarang malah berlomba-lomba membuat perusahaan atau start up dengan menciptakan lapangan kerja, bukannya berusaha untuk masuk ke dalam sistem untuk memperbaiki kebijakan undang-undang/pajak”.

Anak muda saat ini ketika melihat ketidakadilan dalam dunia politik, mereka menunjukkan kepeduliannya dengan cara membuat petisi online. Ini menunjukkan anak muda yang apatis akan tetapi tetap Kritis dengan caranya sendiri. Anak muda saat ini cenderung lebih peduli terhadap isu-isu sosial, lingkungan dan juga pendidikan, mereka ingin adanya perubahan positif bagi masyarakat Indonesia, anak muda juga aktif dalam mempertahankan hak suara.

Belum lama ini telah diselenggarakan pemilu serentak di Indonesia, pemilu kali ini bertujuan untuk memilih presiden dan wakil presiden. Di Indonesia sendiri ada beberapa calon presiden dan wakil presiden yang akan dipilih oleh rakyat, namun di kalangan anak muda sendiri sedikit yang mengetahui mengenai identitas dan rekam jejak calon pemimpin yang akan mereka pilih, mereka cenderung bersifat acuh dan tak peduli siapapun yang akan naik menjadi presiden dan wakil presiden, bahkan di beberapa kesempatan mereka sering membuat candaan akan memilih calon manapun yang memberikan serangan fajar berupa uang kepada mereka. Mereka bahkan tidak mengetahui identitas dan rekam jejak calon yang akan mereka pilih, bahkan visi dan misinya pun mereka tidak ketahui.

Hal ini mungkin disebabkan oleh beberapa hal, salah satunya adalah pribadinya sendiri yang cenderung memiliki pikiran bahwa siapapun yang naik menjadi presiden akan tetap sama saja. Tanah air yang mereka tinggali akan tetap dan akan seterusnya seperti ini disebabkan mungkin karena kurangnya rasa percaya terhadap paslon manapun.

Menurut pandangan penulis, paslon juga sudah aktif dalam bersosialisasi kepada anak muda, mereka sudah menggunakan gaya politik modern, tidak hanya melalui penyebaran banner, berkampanye dari satu tempat ke tempat lainnya, akan tetapi juga sudah berkampanye secara digital.

Dalam era digital saat ini, informasi mengenai capres dan cawapres sudah mudah diakses melalui berbagai platform, baik media sosial, situs berita, maupun forum diskusi. Sayangnya, banyak pemuda yang lebih tertarik pada isu-isu hiburan dan trend terkini dibandingkan mencari tahu rekam jejak serta visi-misi calon pemimpin. Padahal, memilih seorang pemimpin yang baik akan sangat berdampak pada kehidupan sehari-hari, seperti kualitas pendidikan, kesehatan, lapangan pekerjaan, hingga pembangunan infrastruktur.

Kurangnya literasi politik dan sikap apatis dari sebagian kalangan anak muda membuat mereka tidak memahami bahwa memilih bukan sekadar formalitas, melainkan bentuk tanggung jawab terhadap masa depan negaranya. Dengan mengetahui latar belakang calon pemimpin, rekam jejak, kebijakan yang ditawarkan, serta transparansi mereka, anak muda dapat menjadi motor perubahan positif dalam pemilu.

Selain itu, anak muda sekarang juga harus mampu membangun diskusi-diskusi produktif yang membahas calon pemimpin, bukan sekadar ikut-ikutan atau terpengaruh oleh politik uang dan janji-janji kosong. Sudah saatnya anak muda berperan lebih aktif dalam mengawal pemerintahan yang baik. Pemimpin yang terpilih hari ini akan menentukan arah kebijakan untuk lima tahun ke depan, yang tentunya berdampak besar pada generasi muda. Oleh karena itu, anak muda harus menjadi pemilih cerdas yang tidak hanya menyalurkan suara, tetapi juga memastikan suara mereka memberikan perubahan. (NSB)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *