MINANGGLOBAL.ID– Beberapa waktu lalu, tepatnya pada 31 Juli di halaman awal google muncul sebuah ilustrasi seorang perempuan yang tengah menulis pada selembaran kertas.
Pada ilustrasi tersebut tampak seorang perempuan memakai tengkuluk dan selendang berwarna merah. Sedangkan bajunya berwarna merah muda dan ada beberapa lembar kertas di sampingnya serta tulisan Google berwarna hijau.
Ya, pada tanggal 31 Juli lalu adalah hari kelahiran Sariamin Ismail seorang perempuan hebat dari Pasaman Barat, Sumatra Barat. Di Tahun 2021 merupakan peringatan hari lahir Sariamin yang ke 112 tahun.
Mengutip berbagai sumber, Sariamin Ismail lahir di Talu, Talamau Pasaman Barat pada Sabtu 31 Juli 1909. Sariamin tercatat sebagai novelis perempuan pertama di Indonesia.
Menurut cerita, Sariamin sejak kecil sudah memiliki ketetarikan pada dunia sastra. Saat berusia 10 tahun, ia mulai mendalami dunia puisi. Kemudian ketika menginjak remaja di usia 16 tahun, tulisan-tulisan Sariamin menghiasi sejumlah surat kabar lokal.
Sariamin Ismail dalam karya-karyanya kerap menggunakan nama samaran Selasih dan Seleguri, terkadang juga menggabungkan keduanya Selasih Seleguri.
Novel pertama Sariamin berjudul “Kalau Tak Untung” yang diterbitkan Balai Pustaka.
Sariamin, selain menulis juga aktif berorganisasi. Tercatat tahun 1928 hingga 1930 ia menjabat Ketua Perkumpulan Pemuda Islam Jong Islamieten Bond bidang wanita wilayah Bukittinggi.
Di Padang Panjang, Sariamin mengetuai cabang SKIS dan menulis untuk majalah Soeara Kaoem Iboe Soematra, majalah yang dikelola oleh perempuan. Selain itu, ia membagi waktunya untuk mengajar di sekolah swasta Diniyah School dan menjadi pengasuh tetap “Mimbar Putri” di Harian Persamaan.
Menjelang akhir tahun 1930-an, ia menjadi wartawan dan penulis yang cukup vokal di majalah perempuan Soeara Kaoem Iboe Soematra.
Dalam tulisannya, ia mengutuk poligami dan menekankan pentingnya hubungan keluarga inti di Minangkabau lewat Soeara Kaoem Iboe Soematra.
Sementara di Harian Persamaan, Sariamin mengkritik ketidakadilan peraturan gaji bagi pegawai wanita, terutama guru wanita.
Dan novel “Kalau Tak Untung” yang terbit pada tahun 1933 itu yang menjadikannya sebagai novelis perempuan pertama dalam sejarah Indonesia.
Diterbitkan oleh Balai Pustaka milik pemerintah, konon inspirasi novel ini adalah beberapa kejadian nyata dalam hidupnya yaitu tunangannya yang menikahi wanita lain, dan kisah dua sahabat kecilnya yang saling jatuh cinta namun tak bisa bersatu.
Ia kembali menerbitkan novel pada tahun 1937 berjudul “Karena Keadaan”.
Kemudian Sariamin pindah ke Kuantan pada 1941. Sariamin naik sebagai anggota parlemen daerah untuk Provinsi Riau setelah terpilih pada tahun 1947. Namun ia terus menulis untuk sisa umurnya.
Menurut cerita, Sariamin sejak kecil sudah memiliki ketertarikan pada dunia sastra. Saat berusia 10 tahun, ia mulai mendalami dunia puisi. Kemudian ketika menginjak remaja di usia 16 tahun, tulisan-tulisan Sariamin menghiasi sejumlah surat kabar lokal.
Berikut karya-karya Sariamin, Kalau Tak Untung (novel, 1933), Pengaruh Keadaan (novel,1937), Rangkaian Sastra (1952), Panca Juara (cerita anak, 1981), Nakhoda Lancang (1982), Cerita Kak Mursi (cerita anak, 1984), Kembali ke Pangkuan Ayah (novel, 1986), Puisi Baru (bunga rampai, 1946), Puisi Seserpih Pinang Sepucuk Sirih (bunga rampai, 1979), Puisi Tonggak 1 (bunga rampai, 1987).