MINANGGLOBAL.ID, KHAZANAH – Pakar pendidikan dan Ketua Divisi Riset Lembaga Studi Dakwah Indonesia (LSDI), Buya Dr. Yunhendri Danhas mengajak umat Islam untuk tidak mempertajam debat dan pertikaian soal kegiatan mengenang kelahiran Nabi Muhammad Shalallaahu ‘Alaihi wa Sallam. Dikatakannya, justru orang pertama yang mengenang dan bersyukur atas hari lahirnya adalah Rasulullah sendiri hingga beliau berpuasa pada hari Senin yang merupakan hari lahir beliau.
Dijelaskannya, mengenal dan mencintai Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam secara psikologis akan mempengaruhi jiwa kita sehingga kita dapat lebih memudah menata jiwa menjadi lebih baik. Karenanya, kecintaan kepada Rasululah dan kesediaan mematuhi ajaran yang disampaikannya justru menjadi syarat diterimanya ketaatan kita kepada Allah Ta’ala.
“Jalan untuk mencintai Nabi tentu dimulai dari mengenal sirah Rasulullah secara utuh, memahami syariat Islam yang dibawanya, dan pada akhirnya meneladani dan mengamalkan Islam yang dibawa Rasulullah. Karenanya, momentum hari kelahiran Nabi Muhammad Shalallaahu ‘alahi wa Sallam sangat tepat digunakan untuk menjadikan Nabi Muhammad sebagai uswah,” demikian dikemukakan Buya Dr. Yunhendri Danhas, saat menjadi penceramah pada kajian bertajuk Refleksi Kelahiran Nabi Muhammad Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam, Sabtu, di Masjid Baiturrahman, Nagari Ampiang Parak, Kecamatan Sutera,Pesisir Selatan (8/10/22).
Dalam acara yang dihadiri masyarakat nagari dan tokoh masyarakat, dan segenap unsur pimpinan daerah itu, Buya Dr. Yunhendri sampaikan bahwa prioritas utama dakwah Rasulullah adalah membersihkan jiwa manusia atau tazkiyatun nafs agar menjadi jiwa yang bertauhid, tunduk terhadap perintah Allah.
“Dibanyak ayat dalam al-Qur’an, diantaranya surah ‘Ali ‘Imran, 164 dan al-Jumu’ah ayat 2, disimpulkan bahwa Nabi Muhammad Shallallaahu ‘alahi wa Sallam menjadikan perbaikan jiwa sebagai prioritas utama dibanding sibuk dengan urusan lahiriah,” terang staf ahli pimpinan DPRD Kota Padang ini.
Ditambahkannya, sebuah perubahan tak akan terwujud jika tak dimulai dari jiwa yang mau berubah. “Umat Islam mesti memprioritaskan perbaikan batin dibanding sibuk dengan perkara lahiriah. Bukan lahiriah diabaikan, tapi dari sisi prioritas, justru urusan menata jiwa yang diprioritaskan,” tegas da’i yang juga konsultan ahli bidang lingkungan ini. (MF)