MINANGGLOBAL.ID, Opini – Kampanye merupakan serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk mempromosikan calon legislatif agar dapat menduduki kursi kepemimpinan, seperti dalam pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta walikota dan wakil walikota.
Pemilihan diadakan setiap beberapa tahun untuk mengganti atau mempertahankan pasangan calon. Otomatis kampanye juga akan ada musimnya sesuai dengan masa pemilihan. Tujuan utama kampanye adalah untuk memperoleh keyakinan masyarakat dan memotivasi mereka dalam memilih calon yang diusung. Dalam upaya meraih suara dan simpati masyarakat, para pasangan calon dan partai politik sering kali menyampaikan informasi melalui berbagai media, terutama dengan mendistribusikan materi kampanye, seperti selembaran, pamflet, poster, dan baliho yang disebar di setiap sudut kota sampai ke desa terutama di tepi jalan yang ramai dilalui orang.
Namun sejalan dengan gairah kampanye dengan segala atributnya ada sampah yang dihasilkan dari poster dan baliho tersebut yang dapat menyebabkan polusi lingkungan dan mengganggu kenyamanan masyarakat sekitar. Di lain sisi penyebaran poster dan baliho umumnya ditempatkan di pinggir jalan, juga merusak keindahan serta identitas daerah tersebut. Pemasangan yang tidak teratur dan warna yang beragam dapat mengalihkan perhatian pengguna jalan.
Sebagai contoh di Kebumen, dua pelajar mengalami kecelakaan ketika tertimpa baliho dan ditabrak oleh kendaraan lain, mengakibatkan satu pelajar tewas dan satu lainnya terluka. Pemerintah telah menerbitkan peraturan untuk mengatur tata cara pendirian baliho dan penyebaran poster, namun masih terdapat oknum yang tidak bertanggung jawab yang melanggar ketentuan tersebut. Dalam Undang-Undang Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 15 Tahun 2023, diatur mengenai ukuran dan lokasi pemasangan baliho, yang tidak diperbolehkan berada di tempat ibadah, rumah sakit, institusi pendidikan, gedung pemerintah, jalan protokol, jalan bebas hambatan, sarana dan prasarana publik, taman, serta pepohonan. Jika baliho dipasang di rumah atau gedung pribadi, izin dari pemilik harus diperoleh terlebih dahulu.
Apabila masih banyak oknum yang melanggar aturan dalam mendirikan baliho, sanksi akan diberikan, berupa pencopotan paksa oleh pihak Komisi Pemilihan Umum dan Bawaslu, sanksi administratif seperti denda atau teguran resmi dari KPU, dan sanksi hukum jika kasus tersebut tergolong serius, seperti kecelakaan yang mengakibatkan korban.
Melihat dampak negatif di atas, sudah selayaknya semua lapisan yang terlibat dalam uphoria kampanye sekali lima tahun, bisa mempertimbangkan dampak buruk dari ulah tim sukses mereka yang menyebar pamflet dan baliho secara sembarangan. Jangan sampai hasrat kampanye yang kuat mengenyampingkan keindahan dan tata ruang kota, apalagi sampai membahayakan oranglain terkait penyebaran alat kampanye yang tidak memperhatikan keselamatan orang umum. (AZH)