MINANGGLOBAL.ID, Opini – Tahun 2024 merupakan tahun kampanye, mulai dari pemilihan umum yang dilakukan pada 14 Februari tahun 2024 dan pemilihan kepala daerah yang dilakukan pada 27 November. Ada perbedaan yang cukup signifikan kita lihat pada tahun ini jika dibandingkan pada tahun 2019. Target mereka tidak hanya ingin memenangkan suara rakyat, bahkan para kandidat harus mampu mengikuti dan bersaing dalam perkembangan teknologi yang semakin pesat. Tentunya akan menjadi tantangan bagaimana menciptakan kampanye yang lebih kreatif dan inovatif.
Jika kita melihat dari apa yang sudah terjadi, banyak partai politik atau pasangan calon yang menggandeng konten kreator untuk melakukan sebuah kampanye. Hal ini tentunya relevan dengan kondisi sekarang dimana pengaruh media sosial di Indonesia sangat besar. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh goodstats, statistik penggunaan internet di Indonesia mencapai angka 78,32% pada tahun 2024. Tentunya tidak menutup kemungkinan bahwa persentase ini akan semakin naik kedepannya.
Partai politik yang memanfaatkan konten kretor pada kampanye tentunya sudah tahu bahwa dengan cara ini akan memberikan pesan politik kepada audiens dengan cara yang lebih efektif dan efisien. Salah satu target mereka adalah generasi muda yang cenderung menghabiskan waktunya di media sosial. Semakin besar pengikut dari konten kreator yang digandeng, maka semakin besar peluang pesan politik tersebar kepada audien. Jika dibandingkan dengan tahun 2019, kampanye yang dilakukan di media sosial masih sangat terbatas sehingga juga berpengaruh terhadap interaksi antara kandidat dengan pemilih.
Salah satu artis papan atas, Raffi Ahmad ikut serta mengkampanyekan salah satu kandidat dalam pemilihan presiden dan wakil presiden. Tentunya ini akan memberikan pengaruh yang sangat besar karena memiliki lebih kurang 76 juta pengikut di instagram sekaligus masyarakat Indonesia yang memiliki pengikut terbesar. Tentunya popularitas yang dimiliki oleh Raffi dapat dimanfaatkan untuk memperkenalkan visi dan misi kandidat yang didukung baik itu melalui konten-konten menarik di media sosial maupun turun langung ketengah masyarakat.
Kampanye melalui konten kreator tidak hanya bernilai positif, tentunya ada hal negatif yang akan tercipta, salah satunya adalah hadirnya opini publik. Penyebabnya karena adanya penyebaran informasi yang tidak terverifikasi yang hanya terfokus pada hiburan atau keuntungan pribadi dari pada informasi yang objektif. Melalui hal ini juga dapat menghadirkan ujaran kebencian antara satu pihak dengan pihak yang lainnya.
Selain itu, konten yang dihasilkan kemungkinan akan menciptakan ketegangan sosial karena adanya ekspetasi yang tidak realistis bahkan memicu terjadinya misinformasi dan disinformasi. Konten yang dipengaruhi oleh algoritma sebuah platform dapat memperburuk polarisasi. Tentunya hal ini akan mempengaruhi situasi sosial dan politik karena akan memperlemah persatuan masyarakat Indonesia.
Menggandeng konten kreator untuk urusan politik seperti kampanye sah-sah saja, hanya saja masyarakat sebagai audien harus bisa memilah informasi yang didapat, jangan hanya karena satu narasi kita menjadi terpengaruh. Itulah pentingnya kita harus melakukann check data secara mandiri, apalagi hal ini terjadi dalam musim politik. (RYH)