MINANGGLOBAL.ID, Opini – Sekarang, politik Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Sebagian besar masyarakat sudah mulai tidak mempercayai janji-janji manis para politisi, akibatnya timbul prasaan kecewa masyarakat akibat janji manis pemerintah yang tak kunjung terealisasikan. Saat ini media sosial juga dipenuhi dengan berita-berita hoaks. dalam hal ini masyarakat harus menganalisis terlebih dahulu berita yang beredar di media sosial dan jangan mudah percaya dengan pernyatan-pernyataan yang tidak berdasar yang berkeliaran di ruang publik.
Akibatnya demokrasi perwakilan indonesia tidak berjalan seutuhnya dan tidak sejalan antara para wakil dengan aspirasi masyarakat yang menginginkan perubahan dan kehidupan yang layak dari program kerja pemerintah yang mereka kampanyekan saat proses pemiliu maupun pilakada. Para elite sibuk mengamankan kursi kekuasaannya, sementara rakyat kecil masih berjuang dengan harga-harga yang terus naik, bisa dilihat dari berbagai media sosial yang dipenuhi berita bohong, kadang yang benar dibilang salah, yang salah malah dibela mati-matian. Orang-orang saling serang, saling menghujat, bahkan memutuskan tali persaudaraan hanya karena beda pilihan politik.
Para buzer dibayar mahal untuk membuat gaduh dan memecah belah. dikutip dari laman hukum online, Azyumardi Azra selaku ketua dewan pers pada orasi ilmiahnya prosesi wisuda Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) mengatakan, “Saat ini publik kita mengasumsikan bahwa penegakan hukum yang tidak adil mengakibatkan kita berada pada decline democracy atau demokrasi yang mengalami kemunduran,”
Rusaknya sistem demokrasi di Indonesia membuat runyam dan rumitnya politik yang berjalan. Pembusukan demokrasi bisa dilihat salah satunya seperti politik uang masih merajalela, seperti halnya masih ditemukan dalam pemilihan Legislatif dan Eksekutif yang menyebar amplop ke masyarakat.
Hal tersebut akan berakibat hanya orang-orang yang memiliki uang saja yang bisa mencalonkan diri, sedangkan orang yang kompeten yang tak punya uang sulit mendapatkan dukungan suara karena kurangnya dana yang ada.
Dalam politik sering pengusaha-pengusaha besar ikut terlibat dalam perpolitikan yang terjadi di Indonesia. Mereka makin rakus menguasai partai politik dan mereka mengendalikan kebijakan dari balik layar. Undang-undang dibuat untuk menguntungkan bisnis para pengusaha, serta izin-izin diloloskan untuk proyeknya. Partai politik yang seharusnya menjadi wadah perjuangan rakyat, malah menjadi tempat mencari kekayaan, kaderisasi asal-asalan, yang dipilih jadi calon bukan yang pintar dan jujur, tapi yang punya uang, visi dan misi partai hanya sebagai slogan kosong.
Jika nanti politikus bermodalkan uang lolos ke menduduki kuris Legistatif dan Eksekutif, maka demokrasi akan menjadi mainan semata politisi. Hak-hak rakyat akan dikebiri demi meraup untung sebesar-besarnya demi kepentingan pribadi dan golongan. Semuanya akan bermuar pada sistem yang rusak dalam negara demokrasi.
Pada dasarnya negeri ini bukanlah warisan nenek moyang akan tetapi titipan anak cucu kita. Jangan biarkan mereka mewarisi sistem yang bobrok. Saatnya masyarakat bergerak, mulai dari diri sendiri, mulai dari hal kecil, untuk indonesia yang lebih baik. Masa depan politik Indonesia ada di tangan masyarakat yang punya kepedulian dan integritas, bukan di tangan para pejabat yang sibuk berebut kekuasaan. Masyarakat harus buktikan bahwa suara rakyat masih yang tertinggi karena sejatinya dalam demokrasi. Masyarakat menjadi tumpuan terakhir jika ingin bergerak kembali menata ulang politik dan demokrasi yang memberikan harapan kepada publik bangsa Indonesia.