Akhlak Terhadap Al-Quran

KHAZANAH790 Dilihat

MINANGGLOBAL.ID, KHAZANAH – Bisa dijelaskan dengan uji ilmiah bahwa Alquran satu-satunya kitab suci yang masih terpelihara keotentikannya. Keterpeliharaanya dari campur tangan dan perubahan-perubaan yang sengaja atau tak sengaja seiring berjalannya waktu bisa dipastikan aman. Sebab Alquran merupakan kitab suci agama Islam yang mana pemeliharaannya unik dan berbeda dengan kitab suci agama lain.

Kita kenal dengan para hufadz yang selalu menghafal dan menyimpan secara non-tulisan dalam ingatan. Dan sudah tidak rahasia lagi, jika di dunia ini banyak sekali para hufadz yang selalu menjadi pemelihara bacaan-bacaan Alquran. Jika Alquran mengandalkan pemeliharaan keasliannya dengan teks tertulis, sudah sangat mungkin akan salah dalam penulisan, atau berpotensi diselewengkan oleh pihak tertentu. Hingga, andaikata seluruh mushaf Alquran di seluruh dunia dibakar serentak, maka Alquran tidak pernah hilang, karena begitu banyaknya orang yang menjadi penghafal Alquran.

Allah swt memang telah menjamin keterpeliharaan Alquran dalam firman-Nya.

إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ

Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya (Al Hijr: 9).

Namun, sebelum kita melihat bagaimana akhlak sebagai muslim sejati terhadap Alquran, mari kita bahas sekilas tentang apa tujuan Alquran diturunkan untuk umat manusia.

Kita temukan di dalam surat dalam beberapa surat yang menjelaskan tujuan Alquran diturunkan Allah swt kepada umat manusia.

Pertama, Alquran sebagai al-Huda, Bayyinaat, al-Furqon

Al-Baqarah ayat 185 berbicara tentang bulan ramadhan yang di dalamnya Allah swt turunkan Alquran dan apa tujuannya diturunkan.

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ

Bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil) (Albaqarah: 185). 

Tafsir Ibnu Katsir menjelaskan sebagai pembeda antara hak dan bathil, antara halal dan haram” (Tafsir Ibni Katsir, 1/502)

  1. Alhuda, Alquran sebagai petunjuk bagi hamba yang beriman kepada Alquran, membenarkan serta mengikuti tuntunan Alquran.
  2. Bayyinaat, Alquran merupakan dalil dan hujjah yang sangat jelas dan terang benderang, mudah dan gamblang dipahami bagi orang yang mau men-tadabburi-nya. Sehingga benar-benar sebuah petunjuk yang menafikan kesesatan dan sebuah pedoman bagi manusia yang menafikan penyimpangan.
  3. Alfurqon, Alquran juga sebagai pembeda, antara haq dan bathil. Artinya Alquran menjelaskan kepada manusia mana jalan yang boleh ditempuh dan mana jalan yang dilarang, mana diperbolehkan dan mana yang tidak dibolehkan, semuanya dijelaskan perbedaannya kepada manusia, sehingga manusia memiliki pemahaman mana yang benar dan apa ciri-ciri sebuah kebenaran itu, dan mana yang salah dan apa ciri-ciri yang salah itu. Sehingga dengan penjelasan Alquran manusia bisa membedakan kebenaran dan kebathilan.

Kedua, sebagai penyembuh penyakit yang ada dalam dada manusia.

Dalam surat Yunus Allah swt berfirman bahwa Alquran adalah obat penyakit non-fisik manusia.

يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُمْ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ

Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. (QS. Yunus: 57)

Ibn Katsir mengatakan maksud penyakit dalam dada itu adalah seperti penyakit syubhat, keraguan. Hatinya dibersihkan dari segala najis dan kotoran. (Tafsir Ibnu Katsir, 4/274).

Surat Al-fushilat ayat 44 Allah swt katakan pula,

قُلْ هُوَ لِلَّذِينَ آَمَنُوا هُدًى وَشِفَاءٌ وَالَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ فِي آَذَانِهِمْ وَقْرٌ

Katakanlah: “Al Quran itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang mukmin. Dan orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada sumbatan. (QS. Fushilat: 44)

Imam as-Sa’idi menjelaskan, bahwa Alquran adalah penyembuh segala penyakit hati bagi manusia. Seperti penyakit syahwat yang menghalangi manusia untuk taat kepada Allah swt. Atau Syubhat yang mengotori akidah dan keyakinan manusia. Karena dalam Alquran terdapat nasehat, motivasi, janji, ancaman, peringatan yang menimbulkan persaan khauf (takut) dan raja’ (harap) kepada Allah swt

Jika perasaan takut dan harap sudah ada dalam diri manusia, maka ia akan mendahulukan perintah Allah swt daripada kesenangan hawa nafsunya. Dan ini tentunya akan menghantarkan hati manusia dalam derajat yang mulia.

Saat hati dalam kondisi yang mulia, maka jiwa manusia akan sehat. Ketika hati manusia dalam keadaan sehat maka akan diikuti oleh anggota badan manusia, akan ikut sehat. (Tafsir as-Sa’di, 366)

Hadits juga mengatakan hal senada,

أَلاَ وَإِنَّ فِى الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ . أَلاَ وَهِىَ الْقَلْبُ

Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati (jantung)” (HR. Bukhari no. 52 dan Muslim no. 1599).

Sekarang coba kita beranjak ke realita kehidupan umat dan sosial sekarang. Banyak ditemukan katakanlah ada sebagian umat Islam yang memperlakukan Alquran tidak seperti yang Allah swt inginkan.

Ada beberapa macam perlakukan yang mungkin kita temukan dalam lingkungan kita sehari-hari, antara lain:

  1. Menjadikan ayat atau potongan ayat Alquran sebagai jimat. Kadang kita temukan Alquran atau salsah satu ayat Alquran dijadikan penangkal jin dan syetan dan ditarok di dekat pintu misalnya. Bisa juga Ayat Alquran ditulis pada sebuah kertas dan diikat dengan kain, dikalungkan kepada manusia atau anak kecil dengan mengharap ini dan itu.
  2. Menjadikan ayat atau potongan ayat Alquran sebagai mantera. Tak sedikit kita temukan praktek kesyirikan atau penyelewengan ayat Alquran untuk dijadikan mantera baik untuk tujuan baik atau tujuan buruk. Malah kita temukan ada sebuah surat dalam Alquran yaitu surat al-Ikhlas dijadikan mantera dengan cara baca terbalik dikenal dengan sebutan “qulola sungsang” (istilah dalam bahasa Minang).
  3. Menjadikan ayat atau potongan ayat Alquran untuk tujuan komersial. Sudah tidak asing bagi kita, memang disatu sisi ada baiknya dan sisi positifnya, seperti MTQ, perlombaan hafidz, jadi imam Masjid yang dibayar dan lain sebagainya. Masalah akan timbul jika ayat Alquran dijadikan semata untuk itu atau tujuannya untuk hal tersebut. Ini tentu menjadi sebuah kecelakaan kita sebagai umat jika ayat Alquran dihafal dan dipelajari hanya semata buat komersial.
  4. Menjadikan Alquran untuk urusan ghaib, mitos, perdukunan, supranatural, dan melupakan urusan ilmiah. Seperti kejadian zaman ini, orang non-muslim mengambil sisi ilmiah dari Alquran, sedangkan sebagian umat Islam berkutat dengan hal-hal supranatural dari bagian Alquran.
  5. Memposisikan hafidz (hafal Alquran) sebagai tujuan tertinggi dalam memperlakukan Alquran. Bukan maksud merendahkan para hafidz Alquran, namun ada sebagian kita terjebak dengan prediket hafidz-nya, sehingga merasa dirinya paling Qurani, seakan hafidz adalah titel tertinggi dalam hidup dengan Alquran. Padahal satu dalilpun tidak ada menunjukkan bahwa Alquran diturunkan tujuan utamanya untuk dihafal.

Uraian tentang tujuan Alquran diturunkan dan kebiasan sebagian umat memperlakukan Alquran dengan cara yang salah sudah dijelaskan, dan sekarang kita coba jelaskan dengan telah mengetahui tujuan Alquran diturunkan dan perlakukan salah bagi sebagain umat terhadap Alquran

  1. Iman kepada Alquran, artinya mentaati segala perintah dan menjauhi larangan yang tertuang dalam Alquran. Iman kepada Alquran merupakan dasar akhlak kepada Alquran, karena ada ditemukan oranng yang hafal Alquran tapi tidak beriman bahkan malah tidak Islam seperti ada seorang wanita yang bernama Ann Marie Schimmel yang menguasai hafalan Alquran, Tafsir dan hadits serta kitab Ihya Ulumuddin, namun tidak meyakini Islam sebagai agamanya, apalagi Alquran.
  2. Tilawah Alquran, Hadits Nabi “Barangsiapa membaca satu huruf dari kitab Allah, maka dia mendapatkan satu kebaikan dengannya. Dan satu kebaikan itu (dibalas) sepuluh lipatnya. Aku tidak mengatakan alif lâm mîm satu huruf. Tetapi alif satu huruf, lâm satu huruf, dan mîm satu huruf.” (HR. Tirmidzi no: 2910, dari `Abdullâh bin Mas’ûd. Dishahîhkan Syaikh Sâlim al-Hilâli dalam Bahjatun Nâzhirîn 2/229).
  3. Men-tadabbur-i Alquran (memperhatikan). Memperhatikan, meresapi, merenungkan substansi ajaran Alquran. Ibnu al-Qayimm dalam kitabnya al-Fawaid mengatakan, “Jika engkau ingin mengambil manfaat dari Alquran maka pusatkanlah hatimu ketika membaca dan mendengarkannya, fokuskanlah pendengaranmu dan hadirlah seperti seseorang yang sedang diajak bicara oleh Allah SWT.” Dalam surat Shad Allah swt berfirman “Ini adalah sebuah kitab yang penuh dengan berkah, Kami turunkan kepadamu supaya mereka memperhatikan ayat-ayat-Nya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran” (as-Shad: 29).
  4. Ittiba’ (mengikuti). Allah swt berfirman “Dan al-Qur`ân itu adalah kitab yang Kami turunkan, yang diberkati, maka ikutilah ia dan bertakwalah agar kamu diberi rahmat“. (al-An’am:155).
  5. Amalkan Alquran dalam perangai dan perilaku sehari-hari. Jika Alquran sudah menjadi bagian perangai dan akhlak seseorang dalam kehidupan sendiri, sosial dan bermasyarakat, maka tandanya tujuan utama Alquan sudah tercapai dalam hidupnya.

Simpulan uraian di atas dapat kita ambil beberapa catatan poin untuk kita pahami:

  1. Tujuan utama Alquran diturunkan bukan mentok hanya sekedar hafalan, apalagi dijadikan jimat, mantera, akan tetapi tujuan utama Alquran diturunkan adalah untuk diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
  2. Tandanya seseorang berakhlak kepada Alquran dia memposisikan Alquran seperti apa yang diinginkan oleh Allah swt yaitu sebagai petunjuk, penjelas dari petunjuk itu dan pembeda hak dan bathil.
  3. Memperoleh petunjuk dan pedoman maka Alquran harus disikapi ilmiah, dengan cara men-tadabbur-i sehingga bisa memperoleh makna mendalam dan terjauh dari intisari sebuah ayat Alquran.

ditulis,
Muhamad Fajri, S. Sos. I, M. Sos
Dosen Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) Fakultas Ushuluddin Adab dan Dawkah (FUAD) IAIN Bukittinggi


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 komentar