Sang Pakar Nan Sederhana Itu Telah Berpulang: In Memoriam Prof. Amir Syarifuddin

Penulis: Apria Putra, MA.Hum (Filolog dan Dosen UIN SMDD Bukittinggi) | Editor: Habibur Rahman

KAMPUS, NASIONAL, SUMBAR585 Dilihat

MINANGGLOBAL.ID, SUMBAR – Guru saya, almarhum Drs. Ahmad Zaini bercerita. Sewaktu menjadi rektor IAIN Imam Bonjol, Prof. Amir Syarifuddin mengadakan semacam halaqah membaca kitab Kanzur Raghibinnya Imam Mahalli, karya penting fiqih dalam Mazhab Syafi’i yang dianggap sulit dipahami (kitab ini, versi cetakan lama dibarengi dengan Hasyiyah Qalyubi dan Amirah, setebal 4 jilid).

Halaqah itu sebenarnya adalah test bagi dosen-dosen, terutama dosen syari’ah. Banyak yang tidak mampu membaca kitab Mahalli ini dengan lancar, tutur guru saya. Dan menariknya Prof. Amir Syarifuddin sangat menguasai kitab Kanzul Raghibin, meskipun beliau tamatan Thawalib (perlu diketahui bahwa kitab Kanzul Raghibin ialah kurikulum penting di madrasah madrasah PERTI). Saya kemudian sempat membaca biografi Prof. Amir Syarifuddin, bahwa ketika beliau kuliah di Jakarta, beliau sangat bersungguh-sungguh memahami huruf per huruf kitab Kanzul Raghibin, agar supaya tidak ketinggalan dengan teman-teman seangkatan yang sudah terlebih dahulu memahami.

Untuk sekarang, saya tidak pernah lagi mendengar ada kampus yang membuat halaqah-halaqah “kitab berat” ini bagi dosen-dosennya, khususnya di Sumbar.

Saya kenal dengan nama Prof. Amir lewat disertasi terbaik di masanya, yaitu tentang Hukum Kewarisan Islam dalam Adat Minangkabau. Saya sudah beli versi cetak disertasi ini diawal-awal saya kuliah di Lubuk Lintah, di toko buku depan gerbang Kampus. Ketika saya mengaji kitab dengan almarhum. Drs. Ahmad Zaini, pagi-pagi hari, saya sering berpapasan dengan Prof. Amir Syarifuddin di jalanan dekat Fakultas Ushuluddin. Saya dapati beliau sosok sederhana. Bagi orang yang tidak kenal, yang berpapasan dengan beliau, tentu orang tidak menyangka bahwa beliau ialah salah satu ahli Ushul Fiqih dan Hukum Islam terkemuka di Sumatera Barat.

Ketika beliau Rektor, yang membuat saya terkesan, dan ini menjadi buah bibir, bahwa beliau hafal nama-nama pegawai bahkan tukang sapu di kampus, bahkan dengan keluarga mereka.

Di Kampus Lubuh Lintah, beliaulah salah satu yang saya kagumi, selain guru saya alm. Drs. Ahmad Zaini, dan satu lagi sosok yang luar biasa dalam Fiqih yaitu almarhum. Drs. Abdul Jalal (murid Syaikh Zakaria Labai Sati Malalo). Mengenai Drs. Abdul Jalal, beliau ketika berjumpa saya, “meruntuhkan” tesis Syaikh Ahmad Khatib Minangkabau yang mengatakan harta pusaka di Minangkabau adalah harta syubhat hanya lewat beberapa kalimat saja. Semuanya sudah berpulang kerahmatullah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *