Antara Siti Nurbaya dan Cap Go Meh, Realisasi Toleransi Berbudaya

Penulis: Soraya

MINANGGLOBAL.ID,SUMBAR, Padang – Tahun Baru cina ke ke-2547 telah datang, kini saatnya memasuki kehidupan baru berSio Kelinci Air. Selasar kedatangan tahun baru, tersemat ribuan pengharapan, harap suka cita, doa kehidupan lebih baik. Ya, sesuai dengan tanggalan kebudayaan Tionghoa, tahun baru imlek ke-2547 jatuh di tanggal 22 Januari 2023. Tanggal yang menjadi hari pertama awal kehidupan baru di tahun bersio kelinci air. Seluruh masyarakat Tiong Hoa di berbagai belahan dunia merayakannya.  Seperti namanya, kelinci dikenal sebagai hewan yang jenaka, ramah, lucu, kreatif, dan membahagiakan. Kelinci sarat dengan simbol kehalusan dan kedamaian. Kedamaian yang menciptakan keharmonisan dan kebahagiaan. Keharmonisan yang saat ini tersampaikan secara semarak di puncak perayaan festival tahun Baru Imlek di Kota Padang.

Jembatan Siti Nurbaya menjadi saksi moment historical bagaimana bersatunya warga Kota Padang. Jembatan Siti Nurbaya menjadi bukti kokoh sebagai tempat menyatukan toleransi kegembiraan dalam balutan perayaan tahun baru Cina.  Siapa yang tak akrab dengan kata Siti Nurbaya? Sebuah kaba legenda yang membawa ingatan lekat akan Minangkabau. Kisah perjodohan gadis minang yang begitu dramatis dan terus terceritakan hingga saat ini. Pun begitu, dengan jembatan siti nurbaya. Sebuah icon pariwisata kebanggan Kota padang, jika berkunjung ke kota Bengkuang ini tak lengkap rasanya jika tak menikmati keindahan alam sambil berdiri diatas jembatan siti Nurbaya. Tentu, tepatlah kiranya lokasi wisata kebanggaan kota Padang ini dijadikan sebagai titik lokasi acara puncak perayaan imlek atau Cap Go Meh tahun 2023. Sungguh cerdik pemerintah dalam menjembantani kebersamaan diatas keberagaman. Merayakan kebahagian Tahun baru warga Tiong Hoa sekaligus merepresentasikan kearifan lokal wisata asli Kota Padang, Jembatan Siti Nurbaya dan kota Tua.  Dua perbaduan dan kolaborasi  apik, memberikan hiburan bagi warga yang haus wisata akibat pandemi dua tahun belakangan. Kebudayaan mana yang tak dapat berkolaborasi, Kebudayaan mana yang tak dapat berjalan Bersama. Jembatan siti Nurbaya dan perayaan Cap Gomeh telah membuktikan bahwa berbeda bukan berarti tak bisa bersama menghasilkan sebuah karya .

Berbagai macam aktraksi ditampilkan para peserta dari berbagai latar belakang berbeda. Kurang lebih ada sekitar 3.000 performer dalam kegiatan Cap Go Meh tahun 2023.Perayaan puncak Imlek atau Cap Go meh tentu tak jadi milik warga Tiong Hoa saja. Perayaan dibuka dengan Tari pasambahan, perpaduan permainan musik dari gendang China (gendang shingu), tambua tansa dan talempong, wushu, serta randai.kombinasi randai dan wushu, Marching Band dari IPDN, Penampilan budaya Reog Singo Budoyo dari Dharmasyara, Tarian Naga, Barongsai, Sapasan sepanjang 170 meter yang dinaiki oleh 120 anak, Peragaan Kostum, Parade Tatung atau Manusia Pilihan Dewa, hingga arak-arakan Kio. Guyuran Hujan tak jadi soal, semangat warga kota Padang kian menggebu, berdesak-desakan mengambil tempat paling depan untuk menyaksikan. Tidak ada pembedaan disana, warga minang, Tiong Hoa atau apapun berpadu dalam canda penuh tawa.

Cap Go meh merupakan puncak perayaan tahun baru imlek yang jatuh di hari ke-15. Sesuai degan artinya, ap Go Meh berasal dari dua kata, yakni “Cap Go” yang artinya lima belas, dan “Meh” yang artinya malam. Di Dalam budaya Tiong Hoa, penyelenggaraan Cap Go Meh di selenggarakan sebagai bentuk penghormatan ke dewa. Festival Cap Go Meh dimulai dengan membawa belasan kio yang membawa patung dewa dewi ke klenteng See Hin Kiong, sebagai bentuk penghormatan dan meminta restu. Ada belasan kio milik seluruh marga tionghoa sumatera barat dan berbagai provinsi lainnya  yang ikut memeriahkan festival tahun ini. Hal yang selalu menjadi ciri khas perayaan imlek di Kota padang adalah peragaan pawai sipasan. Pawai sipasan merupakan tandu yang disusun dari balok kayu berbentuk binatang sipasan (kelabang) dan dipikul bersama-sama orang dewasa. Tandu diduduki oleh anak-anak yang menggunakan pakaian daerah atau kostum dewa-dewi. Sedangkan pada kepala sipasan berbentuk kepala naga. Hingga malam hari, ditengah derasnya guyuran hujan tidak menyurutkan semangat para peserta parade. Semua bergerak berjalan berirama, berteriak, menggambarkan semangat dan optimisme menyongson  hari hari di tahun mendatang. Namun ketika, azan magrib berkumandang, semua peserta diam hening. Sudah tidak patut diragukan lagi toleransinya bukan?

Perayaan tahun baru imlek merupakan tradisi yang diselenggarakan setiap tahunnya bagi warga Tionghoa. Berbagai ritual khusus dijalani dalam kesakralan. Perayaannya terdiri atas sembahyang Imlek, sembahyang pada Thian, dan diakhiri dengan perayaan Cap Go Meh di hari ke-15. Kegiatan ritual sebenarnya telah dimulai menjelang tahun baru,  masyarakat Tionghoa biasanya akan melakukan berbagai ritual bersih-bersih. Mulai dari membersihkan rumah, membersihkan benda-benda keramat, sampai membersihkan kuburan leluhur dan tempat peribadatan. Ritual pembersihan ini dianggap sebagai simbol membuang segala nasib buruk dan ketidakberuntungan. Selanjunya, ritual imlek dilanjutkan dengan  Memasang dekorasi di rumah,  memberikan dekorasi khas Imlek seperti mempercantik warna cat jendela, pintu, ataupun memasang kertas bertuliskan kalimat dan kata-kata baik. Lampion dan ornament berwarna merah dan emas masih menjadi favorit dan keharusan dalam perayaan imlek. Kawanan klenteng hingga Kota Tua Padang tersulap menjadi daerah yang anggun dan menampilkan kesan mewah.  Penggunaan warna merah  dalam perayaan Imlek  dipercaya sebagai pemberi keberuntungan dan juga melambangkan sesuatu yang sejahtera dan kuat. Warna merah ini juga dipercaya sebagai warna yang membawa hoki.

Dalam menyambut suka cita imlek, penyajian makanan pun tak luput dari perhatian. Berbagai makanan khas imlek wajib disuguhkan, Seperti kue keranjang dan jeruk yang wajib ada ketika Imlek. Dalam kebudayaan Masyarakat Tiong Hoa, minimal 12 jenis makanan yang melambangkan 12 shio yang dipercaya oleh masyarakat Tionghoa harus dihidangkan. Ada yang unik mengenai makanan dalam perayaan imlek, warga Tiong Hoa memantang memakan bubur pada saat perayaan, karena bubur dianggap dan dipercaya sebagai symbol kemiskinan. Petasan, tawa, anggpao, musik, kegembiraan, kembang api, dan perayaan merupakan hal yang menjadi simbol dan kegiatan yang paling ditunggu-tunggu dalam perayaan imlek. Selain sebagai simbol keceriaan dan kegembiraan, hal ini juga dinilai sebagai pembuang nasib buruk dan mendatangkan nasib baik di tahun yang akan datang.

Hubungan Kota Padang dan warga Tionghoa, sejarah tak akan berdusta. Perjalanan Kota Padang tak pernah lepas dari warga Tionghoa. Bermula sebagai pedagang, perlahan-lahan mulai terintegrasi dengan kehidupan masyarakat Padang, berakulturasi dengan nilai-nilai lokal Minangkabau.  Berbaur, saling beritenraksi, hingga menjadi sebuah ikatan saudara. Kini ribuan etnis Tionghoa menetap, keberadaan mereka nyata, peran nya pun signifikan. Tak usah bicara toleransi dan harmonisasi didalamnya, karena apa yang terjadi antara penduduk asli dan warga tiong Hoa lebih dari sekedar hanya menjadi tetangga, tapi kami adalah saudara. Saudara yang saling menjaga dan hidup penuh kerukunan didalam naungan nama sebagai Warga Kota Padang tercinta. (SO)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *