Mengulik Keunikan Sistem Adat Minangkabau

Penulis: Iqbal Rizkyka (Mahasiswa Aqidah dan Filsafat Islam UIN SMDD Bukittinggi) | Editor: Habibur Rahman

MINANGGLOBAL.ID, – Sebagai salah satu suku bangsa unik di Indonesia, Minangkabau merupakan satu-satunya suku yang menganut sistem kekerabatan Matrilineal. Hal ini berarti dalam pewarisan keturunan dan harta pusaka melalui garis keturunan ibu.

Meski demikian, bukan berarti Minangkabau bertentangan dengan tradisi keagamaan dalam islam yang selalu bernasabkan kepada ayah. Babako merupakan sebuah istilah kekeluargaan di pihak ayah bagi seorang anak di Minangkabau juga turut memiliki peran penting dalam kehidupannya. Kata “Bako” menurut beberapa ahli merupakan serapan dari bahasa arab yakninya “baqa (kekal)”, yang mana berarti tidak ada penghalang hubugan antara seorang ayah dan anak hingga di akhirat kelak. Hal ini semua selaras dengan adagium “basuku ka mandeh, banasab ka ayah”.

Apabila anak dilahirkan dari Ibu bersuku Minang maka ia akan mendapatkan dua suku sekaligus dari kedua orangtuanya.
Namun sebaliknya, anak yang terlahir dari persilangan dari ayah bersuku minang dan ibu bersuku non minang maka dapat dipastikan anak tersebut tidak mewarisi suku dari ayahnya.

Maka dari itu, bagi orang yang terlahir tanpa menyandang gelar suku di Minangkabau. Mereka dapat menjadi bagian dari suku tersebut dengan cara Malakok, yakninya dengan syarat tertentu seperti halnya adagium “Hinggok mancakam, tabang basitumpu” (Hinggap mencekam, terbang menumpu), hal ini diibaratkan dengan burung yang hinggap di dahan, ia akan mencekamkan kakinya di dahan supaya berdiri kuat , dan agar dapat terbangpun kakinya bertumpu pada dahan supaya bisa melompat lalu terbang dengan baik.

Hal yang kerap menjadi momok pembicaraan dalam masyarakat adat di Minangkabau ialah manikah Sasuku. Memang secara dasar hukum “adaik babua mati”, praktek ini terlarang dengan konsekuensi dibuang sepanjang adaik. Yang mana artinya kedua mempelai akan dikucilkan dalam pergaulan serta tidak diikutsertakan dalam kegiatan adat. Namun kini, seiring perkembangan zaman serta penyebaran masif masyarakat di minangkabau, aturan ini mendapat kelonggaran dengan syarat beda silsilah atau ranji yang ditentukan oleh Adaik Salingka Nagari (adat di nagari tersebut).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *