Muslim Rasa Atheis

Penulis: Fakhry Emil Habib, LC., Dipl. MH. | Editor: Habibur Rahman

KHAZANAH198 Dilihat

MINANGGLOBAL.ID,  Khazanah – Jika seseorang bilang, ada wanita yang baru saja melahirkan, namun mampu menggoyangkan pohon kurma hingga buahnya jatuh, apakah anda percaya? Bagaimana jika ada laki-laki yang mampu memindahkan sebuah benda yang besar dan berat sejauh lebih dari 2500 km hanya dalam microsecond tanpa perangkat teleportasi?

Kalau ada pemimpin yang melihat berkecamuknya perang di negeri jauh, dan suaranya pun bisa sampai ke negeri tersebut tanpa kabel, tanpa satelit, anda percaya? Bagaimana kalau ada scholar yang jarinya dapat berpijar bercahaya sehingga ia tak perlu repot menyalakan lampu?

Kalau anda atheis, dan anda katakan bahwa ini semua adalah cerita dongeng dan khayal, atau kalaupun ini terjadi, pasti ada penjelasan sains yang sesuai. Tapi kalau anda muslim, dan menganggap bahwa kisah-kisah di atas adalah khayalan (tahayul), khurafat, dan tidak masuk akal, hati-hati!

Anda boleh jadi akan katakan, perkara luar biasa seperti di atas hanya mungkin terjadi pada para Nabi? Tentu saja, itu disebut mukjizat. Tapi bagaimana jika saya katakan bahwa empat kejadian di atas tidak dialami oleh Nabi? Apakah anda akan ingkari?

Mari, simak penjelasannya. Kejadian pertama itu dialami oleh Siti Maryam. Yang kedua dialami oleh Ashif bin Barkhaya umat Nabi Sulaiman. Yang ketiga terjadi pada Umar bin Khatthab. Yang ke empat terjadi pada Imam Nawawi. Mengingkari kisah-kisah di atas bisa menyebabkan kufur, sebab dua kisah pertama sumbernya qath’i dalam al-Quran, sedangkan dua setelahnya zhanni dalam riwayat.

Umat Islam saat ini digiring menjadi atheis dan materialis, bahkan para da’i-nya pun ikut terperosok tanpa sadar. Karomah itu pasti ada, berdasarkan dalil-dalil qath’i. Perkara anomali lain pun banyak dan nyata, yang bahkan saintis pun angkat tangan untuk bisa menjelaskannya. Tapi kenapa sebagian kaum muslimin, yang mana iman kepada ghaib merupakan pokok ketaqwaan, justru menganggap karomah sebagai sesuatu yang tolol, bahkan ‘najis’?

Namun perlu digarisbawahi, percaya adanya karomah itu wajib dan mengingkarinya kufur. Namun, saat ada yang datang kepada anda mengisahkan karomah dirinya atau karomah orang lain, maka anda berhak percaya atau tidak, sebab setiap kabar itu berpotensi jujur dan bohong, dan cukup melihat track record si penyampai kabar, apakah dia terkenal sebagai pendusta atau orang yang tsiqah? Jadikan itu sebagai pijakan, untuk kemudian anda menerima atau menolak berita.

Tapi kalau ada orang yang langsung langsung berikan stigma tahayul dan khurafat, atau dicarikan penjelasan “sains” yang entah logis atau tidak, lalu apa bedanya orang tersebut dengan atheis dan materialis? Lalu bagaimana mungkin seseorang bisa mengaku sebagai muslim yang yakin bahwa hukum alam ini tunduk pada hukum pencipta alam ini?

Lebih lucu lagi, ada orang percaya bahwa beberapa penyakit bisa diobati hanya dengan bacaan  lafaz berbahasa Arab (al-Quran), apakah orang tersebut percaya (penyakit) ‘ain tapi disisi lain mengingkari karamah. Lalu bagaimana ruqyah dan ‘ain itu bisa dijelaskan dengan sains?. Paradoks ini yang sering dijumpai dalam sebagian orang muslim.

Namun penulis haqqul yaqin ada karomah, akan tetapi jika ada orang yang mengaku punya karomah tentu tidak bisa langsung percaya, seperti karomah bisa menghidupkan kucing mati, berkomunikasi dengan semut, atau mimpi berjumpa Nabi. Tentu dibutuhkan metode untuk menerima kesahihan berita tersebut dan inilah manhaj ilmu. Bukan manhaj yang tidak berdasar, tapi mengekor metode orientalis.

Memang semua muslim harus sepakat anti TBC (Tahayul, Bid’ah, Churofat). Tapi harus disepakati dulu apa itu definisi tahayul, bid’ah dan churafat itu apa. Semoga Allah selalu menuntun kita untuk jadi lebih baik.

Penulis: Fakhry Emil Habib, LC., Dipl. MH. Merupakan Pengasuh Program Timur Tengah SMA IT ICBS Payakumbuh dan juga Pembina Yayasan Alhusam Littafaqquh Fiddin, serta Pegiat Kajian Falak di PCI Muhammadiyah Mesir. Di samping itu juga aktif di beberapa organisasi, antara lain: MUI Kab. Lima Puluh Kota, Yayasan Alhusam Littafaqquh Fiddin, IPSI Kota Payakumbuh, dll. Ia menyelesaikan studi S1 Universitas al-Azhar, Syariah Islamiah 2015, dan Post Graduate Diploma (Tamhidi) Universitas al-Azhar Usul Fikih 2017, S2 Universitas Islam Negeri Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi 2022 dengan Jurusan Hukum Islam, Fakultas Syariah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *