Cegah Konflik Sosial, Sikapi Perbedaan Pendapat Secara Bijak

NEWS, SUMBAR384 Dilihat

MINANGGLOBAL.ID, SUMBAR, Payakumbuh – Para da’i sebagai ujung tombak dalam penyampaian dakwah ke masyarakat dihimbau untuk ekstra hati-hati dalam menyikapi perpedaan pendapat dan berhati-hati dalam mengeluarkan pernyataan. Pernyataan secara lisan dan tulisan dalam merespon sebuah perpedaan pendapat di ranah agama mesti dipikirkan dengan matang berlandaskan ilmu dan adab komunikasi sehingga tidak menimbulkan kegaduhan di kemudian hari. Demikian dikemukakan Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Payakumbuh, Ustadz H. Irwandi Nashir, kepada awak media usai menemui Pejabat Walikota Payakumbuh, H. Rida Ananda dan Kapolres Payakumbuh AKBP  Wahyuni Sri Lestari terkait persoalan sosial keagamaan yang berkembang di masyarakat pasca perbedaan hari lebaran, Selasa (25/4/2023).

Diantara bentuk perbedaan pendapat yang mesti dikelola dengan baik oleh da’i, jelasnya, adalah perbedaan pendapat di bidang fiqih. Dikatakannya, perbedaan pendapat di bidang fiqih adalah keragaman pendapat mujtahid dalam memahami dalil dan membahas masalah-masalah praktis yang bersifat far’iyyah (cabang), yang tidak ada dalil pasti yang menunjukkan hukumnya. “Bahkan, sebagian ulama mazhab Hanafi telah menghitung cabang permasalahan fiqih itu secara fantastis mencapai 1.175.000 (satu juta seratus tujuh puluh lima ribu) permasalahan,” terang Irwandi Nashir.

Menurutnya, perbedaan pendapat sesungguhnya merupakan sunnatullah dan tak bisa dipisahkan dari tabiat manusia. Penyebab perpedaan pendapat itu, menurut dosen Universitas Islam Negeri Bukittinggi ini, bisa karena aspek rasional kognitif atau pengetahuan, seperti perbedaan tentang pengertian atau konsepsi, pengambilan kesimpulan hukum, perbedaan pengetahuan terhadap nash dan penetapannya, dan perbedaan dalam memahami nash dan isyaratnya. “Acuan metodologi atau marja’iyyah manhajiyyah juga dapat menjadi penyebab perbedaan pendapat,” jelasnya.

Dikatakannya, para da’i dapat menempuh cara dialog dalam menyikapi perbedaan pendapat. “Dialog dengan bahasa yang terbaik dan dibingkai oleh adab mulia, argumentasi kuat serta  menggugah akal dan hati merupakan cara Qur’ani dalam merespon perbedaan pendapat,”ujar Irwandi Nashir. “Keikhlasan, kesabaran, toleransi, dan tidak melampau batas   adalah adab mulia yang mesti dikedepankan oleh para da’i dalam berbeda pendapat,” pungkasnya. (MF)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *